Thursday, August 22, 2013

Jalan-Jalan Siang di Jalan Tunjungan


          Jalan Tunjungan Surabaya adalah jalan besar yang hampir setiap harinya selalu sibuk oleh ribuan kendaraan yang lalu lalang. Tidak heran karena jalan ini merupakan jalan yang berada di tengah kota dan banyak menyimpan cerita-cerita historis. Hotel Majapahit contohnya dan mungkin masih banyak yang lain. Saya dan teman-teman saya, Brantas, Idam, Hufadz, dan Ogik, tidak melewatkan kesempatan untuk berjalan-jalan di daerah sana. Mencari makan dan menikmati kegiatan “Jalan-Jalan Siang” kami di sana. Banyak hal baru yang kami dapatkan, dan berikut ini adalah beberapa di antaranya.

          Siang itu sebelum sholat dhuhur, kami memutuskan untuk mencari warung di pinggiran jalan Tunjungan. Saya dan teman-teman saya merasa kami butuh makan sebelum berkeliling jalan kaki untuk mencari masjid di sekitar sana. Maklum, siang itu sangat panas, khas cuaca kota Surabaya. Kami menemukan warung sederhana di pinggiran jalan Tunjungan, dekat lampu merah penyebrangan. 
            Kami memesan makanan kami dan menunggu sambil minum es teh. Sampai akhirnya kami melihat ada banyak orang di pinggiran jalan yang melihat ke atas. Sepertinya ada sesuatu di langit. Dan benar saja. Di langit ada fenomena unik yang biasa disebut pelangi halo. Ingin tahu lebih banyak tentang pelangi halo, klik di sini.
          Setelah melihat, kami berlima melanjutkan makan siang kami. Nanti sajalah. Makan dulu yang penting. Setelah makan, baru kami berlima berhamburan di pinggir jalan mencari angle yang pas sambil mengacungkan handphone masing-masing ke udara. Hanya Brantas yang mengacungkan sebuah kamera SLR. Profesional sekali, pikirku. Saya dengan hanya bantuan hape, dapat mengambil beberapa gambar yang bisa dilihat di sini.
          Selesai makan dan foto-foto, kami melanjutkan perjalanan mencari masjid untuk sholat dhuhur. Kami tanya-tanya orang sekitar dan mendapat informasi bahwa kami harus berjalan ke arah Genteng Kali untuk menemukan masjid. Kami berjalan seolah kami adalah backpacker yang sedang jalan-jalan. Padahal kami adalah orang Surabaya.


          Setelah sampai di Genteng, kami bingung karena masih belum menemukan masjid. Akhirnya kami kembali ke jalan Tunjungan dan bertanya lagi, kali ini pada seorang satpam.
         Pak satpam yang baik itu akhirnya menunjukkan masjid yang menurutnya lebih dekat. Yaitu di daerah yang bernama Ketandan. Setelah berterima kasih, kami menuju ke arah yang ditunjukkan oleh pak Satpam itu. Kami harus menyebrang jalan Tunjungan yang lebar itu kali ini. Setelah mencari lampu merah penyebrangan, kami menyebrang. Dengan hanya waktu 11 detik untuk menyebrang, kami berlari. Kecuali saya, yang dengan pedenya mengambil gambar di tengah jalan Tunjungan. Hehe.
          Singkat kata kami menemukan tanda yang membuat kami lega. Penunjuk jalan yang menunjukkan letak Masjid Annur. Setidaknya kali ini kami sudah mengikuti jalan yang benar dan tidak harus berpanas-panas lagi jalan kaki.

          Masjidnya berada di pojokan kampung. Tampak kecil untuk ukuran sebuah masjid, tapi cukup bagus.


          Saya dan teman-teman melepas rasa lelah dengan duduk sebentar di teras masjid. Sampai ada satu papan nama yang menarik kami untuk berdiri. Membuat kami ingat bahwa kami masih berada di jalan yang menyimpan banyak sejarah. Dan saya rasa, masjid ini salah satu saksi bisunya.


          Masjid ini terbilang masjid yang tua berdasarkan papan yang ditempel di atasnya. Namun ada yang janggal. Mengapa di sana tertulis 1915 – 1958? Jika maknanya 1915 sampai 1958, mengapa masjid ini masih berdiri? Mengapa tidak ditulis 1915 sampai sekarang? Akhirnya kami tidak memperdulikan tulisan itu lagi dan bersiap untuk berwudlu. Apapun yang tertulis di sana, jika benar masjid itu berdiri sejak 1915, maka saya yakin, banyak hal bersejarah yang terjadi di masjid itu. Itulah yang terlintas di pikiran saya siang itu.


           Selesai sholat, kami kembali berjalan kaki menuju tempat motor kami diparkir. Kami menaruh motor kami di gedung Loge de Vriendschap (seberang hotel Majapahit). Gedung cagar budaya yang sampai sekarang masih ditempati oleh Badan Pertanahan Nasional sebagai tempat arsip. Banyak sejarah yang terjadi di gedung tersebut. Banyak yang sudah membahas tentang gedung ini sebelumnya. Namun saya pribadi ingin mengetahuinya secara langsung. Saya akan membahas mengenai gedung itu di lain waktu. Semoga saja. Aamiin.

           Tapi saya merasa perjalanan saya dan teman-teman saya siang itu sangat menyenangkan. Berpanas-panas di bawah terik matahari, jalan kaki di sepanjang jalan Tunjungan, menemukan fenomena alam yang unik, menemukan masjid yang bersejarah, semuanya terasa menyenangkan meskipun capek dan panas menjadi teman kita selama perjalanan. Saya bangga bisa berada di kota yang menyimpan banyak sejarah di dalamnya. Dan saya juga bangga bisa berjalan kaki di jalan yang juga tak kalah bersejarahnya di bulan yang sangat bersejarah untuk bangsa Indonesia ini.
          Sekian sharing-sharing yang bisa saya berikan. Saya harap, ini bukan terakhir kali saya bisa mbolang di jalanan Surabaya. Terima kasih, dan semoga bermanfaat :D



Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment