Jalan Tunjungan Surabaya adalah jalan
besar yang hampir setiap harinya selalu sibuk oleh ribuan kendaraan yang lalu
lalang. Tidak heran karena jalan ini merupakan jalan yang berada di tengah kota
dan banyak menyimpan cerita-cerita historis. Hotel Majapahit contohnya dan
mungkin masih banyak yang lain. Saya dan teman-teman saya, Brantas, Idam,
Hufadz, dan Ogik, tidak melewatkan kesempatan untuk berjalan-jalan di daerah
sana. Mencari makan dan menikmati kegiatan “Jalan-Jalan Siang” kami di sana.
Banyak hal baru yang kami dapatkan, dan berikut ini adalah beberapa di
antaranya.
Siang itu sebelum sholat dhuhur, kami
memutuskan untuk mencari warung di pinggiran jalan Tunjungan. Saya dan
teman-teman saya merasa kami butuh makan sebelum berkeliling jalan kaki untuk mencari
masjid di sekitar sana. Maklum, siang itu sangat panas, khas cuaca kota
Surabaya. Kami menemukan warung sederhana di pinggiran jalan Tunjungan, dekat
lampu merah penyebrangan.
Kami memesan makanan kami dan menunggu sambil minum
es teh. Sampai akhirnya kami melihat ada banyak orang di pinggiran jalan yang
melihat ke atas. Sepertinya ada sesuatu di langit. Dan benar saja. Di langit
ada fenomena unik yang biasa disebut pelangi halo. Ingin tahu lebih banyak
tentang pelangi halo, klik di sini.
Setelah melihat, kami berlima melanjutkan
makan siang kami. Nanti sajalah. Makan dulu yang penting. Setelah makan, baru
kami berlima berhamburan di pinggir jalan mencari angle yang pas sambil
mengacungkan handphone masing-masing ke udara. Hanya Brantas yang mengacungkan
sebuah kamera SLR. Profesional sekali, pikirku. Saya dengan hanya bantuan hape,
dapat mengambil beberapa gambar yang bisa dilihat di sini.
Selesai makan dan foto-foto, kami
melanjutkan perjalanan mencari masjid untuk sholat dhuhur. Kami tanya-tanya orang
sekitar dan mendapat informasi bahwa kami harus berjalan ke arah Genteng Kali
untuk menemukan masjid. Kami berjalan seolah kami adalah backpacker yang sedang
jalan-jalan. Padahal kami adalah orang Surabaya.
Setelah sampai di Genteng, kami
bingung karena masih belum menemukan masjid. Akhirnya kami kembali ke jalan
Tunjungan dan bertanya lagi, kali ini pada seorang satpam.
Pak satpam yang baik itu akhirnya
menunjukkan masjid yang menurutnya lebih dekat. Yaitu di daerah yang bernama
Ketandan. Setelah berterima kasih, kami menuju ke arah yang ditunjukkan oleh
pak Satpam itu. Kami harus menyebrang jalan Tunjungan yang lebar itu kali ini.
Setelah mencari lampu merah penyebrangan, kami menyebrang. Dengan hanya waktu
11 detik untuk menyebrang, kami berlari. Kecuali saya, yang dengan pedenya
mengambil gambar di tengah jalan Tunjungan. Hehe.
Singkat kata kami menemukan tanda
yang membuat kami lega. Penunjuk jalan yang menunjukkan letak Masjid Annur.
Setidaknya kali ini kami sudah mengikuti jalan yang benar dan tidak harus
berpanas-panas lagi jalan kaki.
Masjidnya berada di pojokan kampung.
Tampak kecil untuk ukuran sebuah masjid, tapi cukup bagus.
Saya dan teman-teman melepas rasa
lelah dengan duduk sebentar di teras masjid. Sampai ada satu papan nama yang
menarik kami untuk berdiri. Membuat kami ingat bahwa kami masih berada di jalan
yang menyimpan banyak sejarah. Dan saya rasa, masjid ini salah satu saksi
bisunya.
Masjid ini terbilang masjid yang tua
berdasarkan papan yang ditempel di atasnya. Namun ada yang janggal. Mengapa di
sana tertulis 1915 – 1958? Jika maknanya 1915 sampai 1958, mengapa masjid ini
masih berdiri? Mengapa tidak ditulis 1915 sampai sekarang? Akhirnya kami tidak
memperdulikan tulisan itu lagi dan bersiap untuk berwudlu. Apapun yang tertulis
di sana, jika benar masjid itu berdiri sejak 1915, maka saya yakin, banyak hal
bersejarah yang terjadi di masjid itu. Itulah yang terlintas di pikiran saya
siang itu.
Selesai sholat, kami kembali
berjalan kaki menuju tempat motor kami diparkir. Kami menaruh motor kami di
gedung Loge de Vriendschap (seberang hotel Majapahit). Gedung cagar budaya yang
sampai sekarang masih ditempati oleh Badan Pertanahan Nasional sebagai tempat
arsip. Banyak sejarah yang terjadi di gedung tersebut. Banyak yang sudah membahas
tentang gedung ini sebelumnya. Namun saya pribadi ingin mengetahuinya secara
langsung. Saya akan membahas mengenai gedung itu di lain waktu. Semoga saja.
Aamiin.
Tapi saya merasa perjalanan saya dan
teman-teman saya siang itu sangat menyenangkan. Berpanas-panas di bawah terik
matahari, jalan kaki di sepanjang jalan Tunjungan, menemukan fenomena alam yang
unik, menemukan masjid yang bersejarah, semuanya terasa menyenangkan meskipun
capek dan panas menjadi teman kita selama perjalanan. Saya bangga bisa berada
di kota yang menyimpan banyak sejarah di dalamnya. Dan saya juga bangga bisa
berjalan kaki di jalan yang juga tak kalah bersejarahnya di bulan yang sangat
bersejarah untuk bangsa Indonesia ini.
Sekian sharing-sharing yang bisa saya
berikan. Saya harap, ini bukan terakhir kali saya bisa mbolang di jalanan
Surabaya. Terima kasih, dan semoga bermanfaat :D
No comments:
Post a Comment