Kereta Komuter |
Beberapa waktu lalu, di Surabaya sempat ada kereta yang beroperasi di dalam kota . Kereta ini biasa disebut kereta komuter. Kereta ini dirancang untuk menghubungkan daerah bisnis dengan daerah daerah pemukiman. Kereta ini memiliki jadwal perjalanan lebih banyak. Karena memang kereta ini tidak hanya berhenti di stasiun besar saja. Namun juga dapat ditemui di stasiun stasiun kecil khusus komuter yang bentuknya lebih mirip halte bis.
Pada saat itu, adanya komuter cukup banyak membantu para penumpang yang ingin menuju tempat yang agak jauh. Bayangkan saja, dari daerah pasar turi menuju Margorejo, misalnya. Kalau naik taksi, duh, berapa banyak yang harus dikeluarkan? 50ribu bisa jadi kurang kalau macet. Kalau naik bemo, emang murah sih, tapi kalau terjebak macet, badan bisa basah keringatan. Nah, disini komuter menyediakan solusi bagus, yaitu transportasi yang murah dan juga bebas macet.
Pada waktu itu, keberangkatan kereta komuter terjadwal tiap 1 jam sekali. Kalaupun terlambat, tidak pernah lebih dari 10 menit. Antusiasme masyarakat sebenarnya juga cukup besar.
Namun, entah kenapa, komuter semakin pudar. Jadwal yang dulunya tiap 1 jam sekali ada menjadi 2 jam sekali, bahkan akhirnya lebih. Kereta makin sering molor, bahkan hingga setengah jam. Harga tiket naik sedikit demi sedikit. Bahkan kalau boleh saya bilang, sekarang rasanya saya sudah tidak pernah menemukan kereta komuter lagi di kota tercinta ini.
Hal yang sangat saya sayangkan adalah mengapa kereta komuter yang begitu bergunanya dihilangkan begitu saja? Saya lihat antusiasme masyarakat juga cukup besar. Awalnya memang komuter yang bersih perlahan menjadi kotor. Bagi saya itu sudah biasa, karena memang tidak semua lapisan masyarakat sadar akan budaya hidup bersih. Tapi bagi saya, dengan menambah armada pembersih, bagi saya itu cukup.
Kenapa komuter dihilangkan? Pemikiran saya yang pertama adalah faktor perawatan yang tentunya tidak sedikit. Tapi bukankah seharusnya hal itu bisa ditutupi dari fee karcis dkk? Lagipula setahu saya, pengadaan komuter mendapat kucuran dana dari pemerintah.
Kalaupun dana yang menjadi masalahnya, sebenarnya penaikan fee karcis juga tidak terlalu menjadi masalah, asal pelayanan yang diberikan tidak semakin menurun. Dilihat dari pemikiran akal sehat dan logika saja, kita pasti tidak mau bayar lebih untuk kualitas kurang. Betul bukan?
No comments:
Post a Comment